SURVEI HIDROGRAFI PESISIR PANTAI DAN PERAIRAN SUNGAI DUA LAUT KABUPATEN TANAH BUMBU





LAPORAN PRAKTEK SURVEI HIDROGRAFI










Linda Apriliani
1610716120003







 


  








PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020





BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


              Survei hidrografi adalah suatu ilmu pengukuran, menguraikan, dan mengembangkan tentang sifat-sifat dan konfigurasi dasar laut yang dihasilkan oleh kegiatan survei bathimetri, geologi dan geofisika. Selain itu juga menguraikan hubungan geografis antara laut dengan daratan terdekat yang dihasilkan dengan kegiatan positioning garis pantai serta menguraikan sifat dan dinamika air laut, yang dihasilkan lewat pengukuran/pengamatan pasang surut, arus laut, gelombang dan sifat fisik air laut.
                Menurut IHO (International Hydrographic Organization)  survei hidrografi adalah kegiatan pengukuran dan pengumpulan data untuk memperoleh gambar permukaan dasar laut, kondisi dan sumberdaya suatu wilayah laut yang kemudian diolah, dievaluasi dan disajikan dalam bentuk buku, peta laut serta informasi mengenai kelautan lainnya yang selanjutnya digunakan untuk kepentingan pembangunan dan pertahanan keamanan suatu negara sehingga dalam kegiatan survei hidrografi perlu adanya perencanaan yang baik dan terstruktur.
             Data terkait fenomena perairan dan dinamika badan air dapat diperoleh melalui kegiatan survei hidrografi. Data yang dihasilkan tersebut akan menjadi informasi  geospasial dan informasi awal untuk menggambarkan kondisi perairan. Dalam kegiatannya, survei hidrografi memiliki beberapa aktivitas utama diantaranya pengukuran detail dan situasi garis pantai, pengamatan pasang surut, pengukuran kedalaman atau pemeruman dan penggunaan sistem referensi. 
          Sungai Dua Laut merupakan salah satu wilayah yang unik dengan karakteristik pantai berpasirnya yang landai serta memiliki 2 sungai yang bermuara ke laut tentunya akan mempengaruhi dinamika pesisir yang berpengaruh terhadap kondisi perairan. Adanya potensi ekologi yang besar seperti mangrove, terumbu karang dan lamun membuat wilayah ini sangat potensial jika dijadikan sebagai daerah wisata baik wisata pantai maupun wisata bahari. Maka dari itu diperlukan kegiatan survei hidrografi untuk melihat gambaran dan kondisi lautnya yang harapannya dapat dijadikan sebagai informasi awal terkait kondisi perairannya serta nantinya dapat menjadi acuan dalam pengelolaan maupun pengambilan keputusan terkait wilayah tersebut.

1.2. Maksud dan Tujuan
            Maksud dan tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk menentukan karakteristik pasang surut berdasarkan data pengukuran pasut di suatu wilayah perairan Sungai Dua Laut.
2.    Untuk menentukan lokasi titik sampling, peralatan dan analisis data.
3.    Untuk memetakan dan pengukuran garis pantai. yang sesuai dengan peralatan yang tersedia dan kondisi lapangan.
4.    Untuk memetakan kedalamam terkoreksi sesuai metoda dan peralatan perum yang dipilih.
5.    Untuk dapat membuat peta laut sesuai kaidah kartografi.

1.3. Ruang Lingkup
1.3.1. Ruang Lingkup Lokasi
Ruang lingkup lokasi praktikum lapang kali ini bertempat di perairan Sungai Dua Laut, Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Lokasi perairan yang diteliti berada sekitar 0,5 - 4 mil dari pantai dengan lebar lintasan sepanjang ±4 km.

1.3.2. Ruang Lingkup Materi
            Ruang lingkup materi pada praktikum lapang kali ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis hidro-oseanografi meliputi pasang surut, garis pantai, substrat dasar dan kedalaman perairan.
2. Pembuatan peta laut


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Survei Hidrografi
Survei adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi hidrografi, seperti: penetuan posisi laut dan penggungaan sistem referensi, pengukuran kedalaman, pengukuran arus, pengukuran sedimen, pengamatan pasut, pengukuran detil situasi dan garis pantai (Eka Djunasjah, 2005).
Menurut Dirjen Perhubungan Laut (2018) survei hidrografi adalah kegiatan-kegiatan pengukuran dan pengamatan yang dilakukan di wilayah perairan dan sekitar pantai untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan bumi, terutama yang digenangi oleh air, pada suatu bidang datar (kertas peta) yang disajikan dalam bentuk informasi titik-titik kedalaman, garis kontur kedalaman dan titik-titik tinggi serta berbagai keragaman diatas dan dibawah permukaan laut.
Pada prinsipnya pekerjaan hidrografi merupakan pekerjaan lanjutan dari pekerjaan survei topografi di darat yang pelaksanaannya dilakukan di permukaan laut. Seiring dengan perkembangan teknologi kelautan, pekerjaan hidrografi tidak lagi terbatas hanya untuk navigasi pelayaran saja, tetapi juga untuk kebutuhan ilmu dan teknologi kelautan seperti ekplorasi kelautan, perikanan, energi laut, perlindungan lingkungan laut, tata ruang laut, rekayasa bangunan pantai dan lepas pantai, klimatologi, serta pertanan dan keamanan. Data dan informasi yang dihasilkan bukan hanya peta laut saja, tetapi juga informasi lain seperti geologi dasar laut yang digunakan untuk penelitian kandungan minyak bumi, karakteristik massa air diperlukan dalam studi iklim dan untuk kepentingan militer bawah air (kapal selam dan ranjau), pola arus dalam penelitian perikanan dan atau pencemaran laut dan lain sebagainya (Harsono dan Hartoyo, 2018).
                       
2.2. Pasang Surut
            Pasang-surut (pasut) merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal (naik turunnya air laut secara teratur dan berulang-ulang) dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi (gaya tarik menarik) antara bumi dan bulan, bumi dan matahari, atau bumi dengan bulan dan matahari (Surinarti, 2007).
            Gaya pembangkit pasang-surut merupakan hasil penjumlahan gaya-gaya yang disebabkan oleh gaya gravitasi dan gaya centrifugal. Bila bumi tidak berotasi dalam melakukan revolusinya maka besar gaya centrifugal di setiap titik pada permukaan bumi adalah sama, namun besaran gaya gravitasi tidak sama sehingga intensitas dan arah gaya pembangkit pasang surut di permukaan bumi bervariasi. Komponen menegak terhadap gaya gravitasi lebih kecil dari komponen mendatar. Komponen yang mendatar ini menghasilkan arus dan variasi tinggi muka laut di permukaan bumi  (Baharuddin, 2017).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Tahun 2010 mengenai pengamatan pasang surut pada kegiatan survei hidrografi bertujuan untuk menentukan bidang acuan kedalaman (muka air laut rerata, muka surutan) serta menentukan koreksi hasil pemeruman. Dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dilaksanakan dengan menggunakan palem atau tide gauge yang lain.
b. Pengamatan mencakup area survei batimetri dan jumlah stasiun pasang surut harus mempertimbangkan karakteristik pasang surut asurvei.
c. Untuk keperluan analisa dan peramalan lama pengamatan tidak boleh kurang dari 29 hari dengan interval pengamatan maksimal 30 menit, jika perubahan ketinggian air berjalan dengan cepat dan amplitudo airnya besar, interval pengamatan dapat ditingkatkan. Interval pembacaan juga dapat ditingkatkan tiap 15 menit pada saat menuju pasang tertinggi atau surut terendah.
d. Untuk keperluan reduksi data pemeruman, pengamatan dilakukan selama pemeruman berlangsung.
e. Satuan pengukuran dalam cm. dengan total kesalahan pengukuran tidak melebihi lima cm untuk orde khusus dan tidak melebihi 10 cm untuk orde yang lain pada tingkat kepercayaan 95%.
f. Bidang acuan tinggi muka laut harus diikatkan pada benchmark terdekat dengan leveling orde dua.
g. Untuk keperluan koreksi kedalaman dibuat co-tidal charts daerah survei.
h. Konstanta pasut dihitung dengan menggunakan metode admiralty atau perataan kuadrat terkecil (least square adjustment).

Gambar 1. Pengamatan Pasang surut

2.3. Garis Pantai
Garis pantai merupakan batas pertemuan antara daratan dengan bagian laut saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis ini bisa berubah karena beberapa hal seperti abrasi dan sedimentasi yang terjadi di pantai, pengikisan ini akan menyebabkan berkurangnya areal daratan, sehingga menyebabkan berubahnya garis pantai (Triadmojo, 1999). Garis yang menggambarkan pertemuan antara perairan dan daratan di wilayah pantai pada saat kedudukan pasang tertinggi ,penentuan garis pantai di daerah rawa dan bakau adalah tepi luar dari wilayah tumbuhan (SNI, 2010).
Perubahan terhadap garis pantai adalah satu proses tanpa henti (terus menerus) melalui pelbagai proses baik pengikisan (abrasi) maupun penambahan (akresi) pantai yang diakibatkan oleh pergerakan sedimen, arus susur pantai (longshore current), tindakan ombak dan penggunaan tanah (Vreugdenhil1999). Perubahan pada garis pantai yang diakibatkan oleh faktor-faktor tersebut di atas dapat menunjukkan kecenderungan perubahan  garis pantai tersebut terkikis mengarah ke daratan atau bertambah dalam hal ini menjorok ke laut (Arief dkk, 2011).
Menurut Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2014 ada beberapa metode yang digunakan dalam kegiatan survei hidrografi diantaranya persiapan, studi pustaka, pengukuran dan analisis hasil. Metode tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Persiapan
Persiapan tersebut meliputi persiapan teknis, yaitu pengecekan kelengkapan dan kelayakan alat survey serta persiapan non teknis yang meliputi administrasi, pembagian personil/tim lapangan dan tim pengolahan, persiapan formulir pengukuran, pembahasan dana survey dan pembahasan Kerangka Acuan Kerja (KAK).
2.    Studi Pustaka
a.         Titik Kontrol.
Metode Pelaksanaan pengukuran titik kontrol horizontal dalam pekerjaan survey hidrografi mengikuti SNI No. 19-6724-2002 tentang jaring kontrol horizontal. Titik kontrol tersebut merupakan titik yang nilai posisinya terikat dalam koordinat nasional pada titik tetap BIG yang menggunakan Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013. Penentuan lokasi titik kontrol dilakukan diatas peta kerja yang ada kemudian dicek keberadaan titiknya di lapangan.
b.        Metode Pengukuran
Pengukuran titik kontrol menggunakan metode Static Relative Positioning dengan pengematan Difference Carrier Beat Phase yaitu pengamatan dengan menghitung panjang vektor baseline. Pada pengukuran ini receiver mengamati data selama 180 menit dan minimum menangkan 6 sinyal satelit dengan epoch 15 detik. Pedoman waktu pengamatan untuk alat jenis single frekuensi dan dual frekuensi sesuai dengan tabel 1.
Tabel 1. Pedoman waktu pengamatan untuk alat jenis single frekuensi dan dual frekuensi
Panjang Baseline (km)
Teknik
Minimum/L1 (menit)
Minimum L1+L2 (menit)
0 – 5
Statik
30
15
5 -10
Statik
50
25
10 -30
Statik
90
60
30 -50
Statik
180
120

 Hingga kini pengukuran teristris masih dilakukan, seperti untuk pengukuran garis pantai karena tidak memungkinkan sebuah kapal dapat menjangkau kedalaman tertentu. Terdapat 2 metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran garis pantai. Kedua metode ini hanya dibedakan berdasarkan tipe alat yang digunakan, yakni pengukuran dengan metode GPS RTK dan metode pengukuran dengan rambu penduga.
a.         Pengamatan Pasang Surut (pasut)
Frekuensi terjadinya pasut di suatu wilayah, menunjukan tipe pasut di wilayah tersebut. Ada 4 jenis pasut secara umum, yakni; pasut harian ganda (semidiurnal tide), pasut harian tunggal (diurnal tide), pasut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal), pasut campuran condong ke haian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal).
Fenomena ini tentunya mempengaruhi posisi garis pantai, sehingga dalam hal ini memperhitungkan nilai tunggang pasut yakni nilai jarak vertkal yang dihitung dari kedudukan permukaan air tertinggi dan kedudukan air terendah (Poerbandono dan Djurnarsjah, 2005).

b.      Pengukuran Garis Pantai
          i.          Metode Tongkat Penduga
Tongkat penduga/rambu ukur adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur ketinggian suatu tempat. Dalam pekerjaan survey garis pantai, ketinggian dibaca berdasarkan batas air yang menempel pada rambu. Metode pengukuran garis pantai dengan menggunakan tongkat penduga dilengkapi dengan GPS handheld. GPS ini berfungsi untuk mengetahui koordinat posisi titik pengamatan, sedangkan rambu ukur digunakan untuk menghitung ketinggian permukaan air.
        ii.          Metode GPS RTK
Pengukuran dengan metode ini menggunakan GPS RTK Trimble R4 ( Base dan Rouver ).Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS seperti halnya pengukuran pemotongan ke muka pada survey konvensional.Pengukuran dengan GPS yang diukur adalah jarak antara receiver dengan sekurang-kurangnya 3 satelit agar dapat mengetahui posisi pada stasiun pengamatan.Jarak tersebut tidak dapat diukur secara langsung, tetapi diukur dengan menghitung waktu rambat sinyal dari satelit ke stasiun pengamat atau jumlah fase gelombang sinyal yakni fungsi waktu rambat sinyal.Pada metode RTK kedua receiver harus ada hubungan telekomunikasi secara langsung dan kontinyu. Pada kajian ini metode RTK yang digunakan adalah metode kinematik absolute, dimana satu receiver dijadikan sebagai base yang sudah diketahui posisinya kemudian dihubungkan dengan radio terhadap receiver lainnya. Kemudian receiver yang telah dihubungkan dengan base bisa digunakan untuk mendapatlkan nilai ketinggian dan nilai koordinat posisi titik pengamatan.
1.    Pengukuran
a.       Metode RTK
Survei ini dilakukan untuk menentukan titik posisi (X, Y, Z) yang mana posisi Z nya ini ditentukan dari tiga titik yang mempunyai nilai elevasi mendekati >= 1,40 m, kemudian nilai elevasi yang mendekati 0,70 m,  dan nilai elevasi <= 0 m dihitung dari Chart Datum .  Ketinggian 1,39 m didapat dari tinggi tunggang yang diketahui.
b.      Tongkat Penduga
Posisi pengamatan yang diambil sama halnya dengan posisi pengamatan dengan menggunakan metode RTK yakni pada ketinggian >= 1,39 meter; 0,7 meter; 0 meter. Pengukuran menggunakan tongkat penduga dilengkapi dengan GPS handheld untuk mengetahui posisi X dan Y pada tiap-tiap titik pengamatan.

Gambar 2. Pengukuran kedalaman dengan rambu ukur/tongkat penduga

2.4. Kedalaman
Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasi) disebut dengan survei batimetri. Model batimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan titi-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang hendak dibuat (Hidayat dkk, 2014).    
Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran kedalaman. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran konsentrik, atau lainnya sesuai metode yang digunakan untuk penentuan posisi titik-titik fiks perumnya. Lajur-lajur perum didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman yang lebih ekstrem. Untuk itu, desain lajur-lajur perum harus memperhatikan kecenderungan bentuk dan topografi pantai sekitar perairan yang akan disurvei. Agar mampu mendeteksi perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum dipilih dengan arah yang tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai (Kusuma, 2014).

Gambar 3. Titik pemeruman


Sistem batimetri dengan menggunakan singlebeam secara umum mempunyai susunan transceiver (tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranceiver seperti pada gambar 3.4. Transceiver terdiri dari sebuah transmitter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektrik untuk frekuensi yang diberikan.
                                       Gambar 4. Singlebeam echosounder 


Transmitter ini menerima secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi, sampai pada orde kecepatan milisekon. Perekaman kedalaman air secara berkesinambungan dari bawah kapal menghasilkan ukuran kedalaman beresolusi tinggi sepanjang lajur yang disurvei. Informasi tambahan seperti heave (gerakan naikturunnya kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan (mengangguk) berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur oleh sebuah alat dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk koreksi posisi pengukuran kedalaman selama proses berlangsung.


Gambar 5. Pengukuran sounding dengan sonar


2.5. Substrat Dasar

Menurut Maulana (2010) sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber yang dibedakan menjadi empat  yaitu :
a.      Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut dan akan terendapkan jika energi tertrransforkan telah melemah.
b.      Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi.
c.       Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.
Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang bersal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat yang terbawa angin. Material yang bersal dari luar angkasa merupakan sisa-sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang bersal dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus berupa debu volkanin, atau berupa fragmen-fragmen aglomerat. Sedangkan sedimen yang bersal dari partikel di darat dan terbawa angin banyak terjadi pada daerah kering dimana proses eolian dominan namun demikian dapat juga terjadi pada daerah sub tropis saat musim kering dan angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya sedimen tidak dalam jumlah yang dominan dibandingkan sumber-sumber yang lain.
        Dyer (1986) menyatakan bahwa sedimen dengan ukuran yang lebih halus lebih mudah berpindah dan cenderung lebih cepat daripada ukuran kasar. Fraksi halus terangkut dalam bentuk suspensi sedangkan fraksi kasar terangkut pada dekat dasar laut. Selanjutnya partikel yang lebih besar akan tenggelam lebih cepat daripada yang berukuran kecil. Berdasarkan sumbernya Barnes (1969) membagi jenis sedimen, yakni sedimen yang bersumber dari limpasan sungai yang jenisnya banyak mempengaruhi pembentukan morfologi pantai di sekitar muara sungai (sedimen of inlets) dan sedimen yang bersumber dari darat yang terangkut ke laut oleh angin dan drainase atau penguraian sisa-sisa organisme (pyroclastic sediment). Sedimen berdasarkan ukuran butirnya dapat diklasifikasikan yakni lempung, lanau, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble, dan batu (boulder). 


2.6. Peta Laut
            Peta laut atau dikenal dengan istilah Nautical Chart merupakan peta yang dirancang secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan navigasi laut dengan menampilkan (Haas, 1986 dalam Abdillah):
1.    Kedalaman laut dan fisiografi dasar laut khususnya memperhatikan bahayabahaya navigasi.
2.    Bentuk dasar dan tingkatan dari bentuk pantai serta bentuk dasar laut.
3.    Variasi bentuk keselamatan navigasi.
4.    Fitur-fitur laut dan beberapa detail topografi yang bermanfaat untuk navigasi laut.
Fungsi utama dari peta laut adalah menyampaikan informasi terkait wilayah laut dan pesisir serta perubahan-perubahan yang terjadi didalamnya untuk kebutuhan: 1. Keselamatan, efektivitas, dan efisiensi bidang navigasi.
2. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut.
3. Pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir.
4. Perlindungan lingkungan laut.
5. Pertahanan maritim.
Secara khusus untuk peta navigasi laut, informasi utama yang harus dikomunikasikan terdiri atas (Poerbandono, 1998):
1. Kedalaman perairan dengan pokok perhatian pada bahaya navigasi (kedangkalan, bangkai kapal tenggelam, daerah latihan militer, dan sebagainya).
2. Sifat dan jenis garis pantai serta sifat material dasar laut dibawahnya.
3. Posisi, jenis, dan karakter sarana bantu navigasi pelayaran.
4. Bentuk atau unsur topografi khusus yang dapat dipakai untuk sarana bantu navigasi.


 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yang dimulai pada November hingga Desember 2019. Rentang waktu tersebut meliputi pengambilan data lapangan yaitu pada tanggal 25 – 28 November 2019, analisis sampel selama ±20 hari dan pengerjaan laporan. Lokasi penelitian bertempat di pesisir Sungai Dua Laut, Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu seperti yang terlihat pada gambar 6. Analisis sampel dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Oseanografi Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Unversitas Lambung Mangkurat.


3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
            Alat yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Alat yang digunakan

No.
Nama
Kegunaan
1.
GPS Mapsounder
Untuk mengukur kedalaman perairan secara otomatis
2.
Kapal
Untuk transportasi ke lokasi sampling
3.
Hand GPS
Untuk menandai posisi pengukuran data
4.
Theodolite
Untuk melakukan pengukuran garis pantai
5.
Waterpass
Untuk melakukan pengukuran garis pantai
6.
Tiang Pasut
Untuk mengukur tinggi muka air laut

3.3. Metode Perolehan Data
3.3.1. Penentuan Titik Sampling
            Penentuan titik sampling dilakukan sebelum turun ke lapangan dengan menentukan titik sebaran pada peta kerja berdasarkan citra satelit di daerah pesisir Sungai Dua Laut. Titik sampling ditentukan dengan metode purposive sampling artinya pengambilan sampel didasarkan pada kriteria tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Saat pengambilan sampel di lapangan, catat waktu pengambilan dan koordinat titik sampling menggunakan hand GPS sebagai data GCP.

3.3.2. Garis Pantai
            Pengamatan dan pengukuran garis pantai dilakukan dengan menggunakan alat waterpass dan theodolite sepanjang garis pantai yang sudah ditentukan dan menandai titik pengamatan menggunakan hand GPS.

3.3.3. Pasang Surut
            Menempatkan (pemasangan) rambu pasut pada tempat yang aman, mudah dibaca dan tidak bergerak-gerak akibat arus atau gelombang. Pemasangan nol rambu terletak di bawah permukaan air pada saat air rendah saat surut besar dan bacaan skala masih terbaca pada saat terjadi air tinggi saat pasang besar. Metode pengamatannya dilakukan dengan pembacaan secara langsung dan dicatat secara kontinyu setiap 30 menit selama masa survei berlangsung.

3.3.4. Substrat Dasar Perairan
Pengambilan sampel substrat dasar menggunakan grab sampler yang diletakkan pada 24 stasiun sesuai peta kerja, lalu mencatat koordinat posisi dimana substrat diambil dengan menggunakan GPS. Sampel yang telah didapatkan dianalisis secara megaskopis dan beberapa sampel disimpan kedalam kantung sampel untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode granulometri.

3.3.5. Kedalaman
            Pengukuran kedalaman yang dilakukan menggunakan GPS mapsounder yang dipasang pada kapal. Setelah peralatan survei kedalaman dipasang pada kapal, kapal akan berjalan sesuai lajur yang telah ditentukan pada GPS mapsounder sehingga secara otomatis kedalaman akan terekam pada alat tersebut.

3.3.6. Pemetaan Garis Pantai
            Pemetaan garis pantai dilakukan dengan menggunakan alat waterpass dan theodolite sepanjang garis pantai yang sudah ditentukan dan menandai titik pengamatan menggunakan hand GPS.

3.3.7. Kelerengan dan Geomorfologi Pantai
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat waterpass dan theodolite  ke arah laut dan darat yang bersesuaian dengan pengukuran pantai. Mengamati dan mencatat kenampakan alam di pantai saat melakukan pengukuran.


3.3.8. Citra Satelit
            Data yang digunakan adalah data citra satelit Landsat 8 yang diperoleh dari Science for a Changing World pada situs https://earthexplorer.usgs.gov/ dan Google Earth Pro.

3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. Garis Pantai
            Perhitungan garis pantai dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


 dimana:

∆H  = Beda tinggi
Ba   = Bacaan benang atas
Bb  = Bacaan benang bawah
m    = kelerengan
ta    = tinggi alat
Bt   = Bacaan benang tengah

   Ketinggian bench mark terhadap MSL dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

 dimana:
HBM = Tinggi BM
∆H  = Beda tinggi
MSL = Tinggi muka air laut rata-rata

 3.4.2. Pasang Surut
            Perhitungan untuk tipe pasang surut berdasarkan kriteria Courtier untuk memperoleh bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam bentuk:
dimana:
dan = amplitudo komponen pasang surut harian utama
dan = amplitudo komponen pasang surut ganda utama.

dengan ketentuan :
F ≤ 0,25                =  Pasang surut tipe ganda (semidiurnal)
0,25 < F ≤1,5  = Pasang surut tipe campuran condong keharian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)
1,5 < F ≤ 3,0   = Pasang surut tipe campuran condong keharian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)
F > 3.0            =  Pasang surut tipe tunggal (diurnal)


3.4.3. Substrat Dasar Perairan
a.       Analisis Ukuran Butir
Analisis data sedimen dengan metode megaskopis adalah dengan mengidentifikasi secara umum jenis sampel sedimen yang diperoleh dari lokasi penelitian. Prosedur kerja metode ini adalah sebagai berikut :
1.    Sampel sedimen yang diperoleh di lapangan dikumpulkan sesuai dengan lokasi masing-masing sampel, kemudian dijemur dan dioven sampai kering, setelah itu di
masukkan ke dalam gelas ukur.
2.    Sedimen kering tersebut diambil dan kemudian ditimbang untuk dianalisa seberat 100 gr sebagai berat awal.
3.    Sampel dimasukkan ke dalam ayakan untuk diguncang melalui mesin pengguncang saringan atau secara manual, sehingga didapatkan pemisahan ukuran masing-masing partikel sedimen berdasarkan ukuran ayakan.
4.    Sampel dipisahkan dari ayakan (untuk antisipasi tertinggalnya butiran pada ayakan disikat dengan perlahan). Hasilnya kembali ditimbang untuk  mendapatkan berapa gram hasil masing-masing tiap ukuran ayakan.
5.    Untuk perhitungan data ukuran butir sedimen menggunakan software gradistat.

b.      Transport Sedimen
Besar transport sedimen akibat gelombang dapat dihitung melalui persamaan fluks energi sebagai berikut:
keterangan:
rs = Massa jenis sedimen
r   = Massa jenis air laut
gb = Indeks gelombang pecah
n   = Porositas sedimen
ab = Sudut gelombang pecah

            Hasil pengukuran volume masing-masing stasiun sedimen trap selanjutnya dihitung volume transport sedimennya, dengan menggunakan persamaan berikut:
keterangan:
Qx  = volume transport sedimen sejajar pantai
Qy  = volume transport sedimen tegak lurus pantai
Vu  = volume sedimen arah utara pada sedimen trap
Vs   = volume sedimen arah selatan pada sedimen trap
Vt   = volume sedimen arah timur pada sediment trap
Vb  = volume sedimen arah barat pada sediment trap

Perhitungan arah transpor sedimen dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
keterangan:
Arc tg  = arah transpor sedimen
Qx       = volume transport sedimen sejajar pantai
Qy       = volume transport sedimen tegak lurus pantai

            Perhitungan resultan transpor sedimen dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
keterangan:
r      = arah transpor sedimen
Qx  = volume transport sedimen sejajar pantai
Qy  = volume transport sedimen tegak lurus pantai

3.4.4. Koreksi Garis Pantai dan Kedalaman
Koreksi kedalaman perairan dilakukan dengan memperhitungkan nilai kedalaman hasil pengukuran lapangan, ketinggian muka laut saat melakukan pengukuran dan nilai ketinggian muka laut rata-rata (MSL). Koreksi kedalaman perairan menggunakan persamaan berikut mengacu pada USACE (2003) sebagai berikut:
dimana:
∆d     = kedalaman perairan terkoreksi (m)
dt         = kedalaman perairan yang diukur pada waktu t (m)
ht       = ketinggian muka laut pada waktu t (m)
MSL = ketinggian muka laut rata-rata (m)

3.4.5. Kelerengan dan Geomorfolgi
Kemiringan pantai (kelerengan) dihitung menggunakan persamaan berikut mengacu pada USACE (2003) sebagai berikut:

dimana:

tan β  = kemiringan pantai (°)
d       = kedalaman perairan (m)
m       = jarak dari garis pantai hingga kedalaman d (m)

Jarak pergeseran garis pantai hasil koreksi terhadap MSL dihitung menggunakan persamaan berikut:
dimana:
ɳ        = posisi muka air saat perekaman citra
x        = jarak pergeseran garis pantai hasil koreksi
tan β  = kemiringan pantai (°)

3.4.6. Pembuatan Peta Laut
            Peta sebaran sedimen dan kedalaman laut di wilayah studi yaitu dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi Surfer 15 dan/atau Arcgis 10.7 menggunakan metode krigging agar mendapatkan sebaran spasial. Sebaran spasial tersebut menggambarkan keadaan sebaran sedimen dan kedalaman di lokasi studi.




BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.           Pasang Surut
Pasang-surut (pasut) merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal (naik turunnya air laut secara teratur dan berulang-ulang) dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi (gaya tarik menarik) antara bumi dan bulan, bumi dan matahari, atau bumi dengan bulan dan matahari (Surinarti, 2007). Pasang surut memiliki tiga tipe yakni pasang surut harian tunggal (diurnal tides), tipe harian ganda (semi diurnal tides) jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari dan tipe campuran (mixed tides). Tipe pasang surut campuran dibagi menjadi dua bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal. Grafik pasang surut Perairan Sungai Dua Laut disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik perbandingan pasang surut hasil pengukuran dan prediksi terhadap MSL

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa tipe pasang surut di Perairan Sungai Dua Laut yaitu campuran condong ke harian ganda, hal ini terlihat dari grafik bahwa ada dua kali pasang dan dua kali surut namun memiliki tinggi muka air yang berbeda. Pasang surut tertinggi terjadi pada tanggal 27 November 2019 dengan nilai sebesar 217 cm di dapatkan dari hasil pengukuran lapangan. Pasang tertinggi terjadi pada pukul 18:30 – 20:30 WITA sedangkan pada prediksi terjadi pada jam 20.00 – 22.00 WITA. Surut terendah memiliki tinggi sebesar 154 cm yang terjadi pada tanggal 26 November 2019 pukul 12:30 – 14:30 WITA sedangkan menurut prediksi terjadi di jam 04.30 – 6.00 WITA.
        Pada Gambar 7 terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara hasil pengukuran dengan analisis admiralty. Pola pergerakan pasang surut di wilayah ini memiliki pola yang hampir sama namun memiliki  nilai tinggi muka air yang berbeda.
Data prediksi pasang surut yang didapatkan dari Mike ToolBox dianalisis menggunakan metode admiralty dan menghasilkan konstanta harmonik pasang hurut sebagai mana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Konstanta harmonik pasang surut
Komponen Pasut
So
M2
S2
N2
K1
O1
M4
MS4
K2
P1
A cm
170,3
32,7
51,2
8,8
40,3
36,7
0,7
0,8
13,8
13,3
268,8
234,3
161,9
223,1
178,3
137,3
323,3
234,3
223,1

 4.1.            Garis Pantai
Garis pantai di Perairan Sungai Dua Laut dianalisis dengan menggunakan citrsa sentinel yang memiliki perbedaan yang cukup jauh. Analisis garis pantai menggunakan perhitungan  saat berada pada MSL, HAT dan LAT. Pemetaan garis pantai pada saat MSL, LAT dan HAT disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Garis pantai terhadap MSL, LAT dan HAT
Pada Gambar 8. garis berwarna hitam merupakan garis pantai pada saat muka air laut surut terendah (LAT), garis berwarna kuning merupakan garis pantai pada saat keadaan air laut pasang tertinggi (HAT), dan untuk garis biru merupakan garis pantai pada saat muka air laut rata-rata (MSL). Terlihat pada gambar tersebut bahwa MSL dan LAT memiliki perbedaan yang cukup jauh antara MSL, HAT dan LAT.
4.1.            Kedalaman
Pemeruman merupakan salah satu kegiatan survey hidrografi untuk mendapatkan kontur topografi dasar laut dengan bantuan alat salah satunya GPS Mapsounder. Kontur topografi ini menggambarkan bentuk dasar laut yang beragam. Hasil dari pemeruman dapat digambarkan dalam bentuk 2 dimensi maupun 3 dimensi. Berdasarkan pemeruman yang dilakukan di perairan Sungai Dua Laut di dapatkan kedalaman maksimal sebesar 7,5 meter yang berada pada wilayah tenggara. Untuk lebih jelaskan dapat dilihat pada Gambar 9. 



Gambar 9. Kontur kedalaman Perairan Sungai Dua Laut

Berdasarkan Gambar 9 kontur kedalaman di Perairan Sungai Dua Laut cukup beragam. Hal ini dibuktikan dengan konturnya yang semakin menurun atau curam pada saat menjauhi pantai. Kedalaman di wilayah tenggara mencapai 7,5 meter sedangkan pada wilayah selatan dan barat daya kedalaman berkisar 3 – 4 meter.
Gambar 10. Peta sebaran kedalaman Perairan Sungai Dua Laut

            Gambar 10 merupakan gambaran kontur kedalaman Perairan Sungai Dua Laut dalam bentuk 2 dimensi atau peta kontur. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa yang warna biru muda memiliki kedalaman sebesar 0 – 1 meter sedangkan warna biru tua merupakan daerah yang memiliki kedalaman sebesar 7 – 7,5 meter.

4.4.            Kelerengan dan Geomorfologi Pantai
Kelerengan di pesisir Sungai Dua Laut memiliki nilai yang beragam. Dari hasil penggabungan antara data DEM dengan data hasil pengukuran topografi laut disajikan pada Gambar 11 dibawah ini.
Gambar 11. Peta kelerengan Perairan Sungai Dua Laut
Berdasarkan Gambar 11 nilai kelerangan minimum di wilayah ini berkisar antara 0 – 8% yang ditandai dengan warna hijau. Untuk yang berwarna hijau muda merupakan kelerengan yang memiliki nilai antara 8 – 15%. Wilayah yang berwarna kuning memiliki nilai kelerengan sebesar 15 – 25%. Sedangkan wilayah yang berwarna jingga memiliki nilai kelerengan antara 25 – 45%. Dan untuk wilayah yang berwarna merah merupakan kelerengan maksimal di wilayah ini yakni berkisar antara  45%.
Gambar 12. Geomorfologi pantai

            Berdasarkan Gambar 12 geomorfologi pantai di Perairan Sungai Dua Laut adalah landau dengan karakteristik pantai berpasir. Pada saat terjadi surut terendah garis pantai akan sangat jauh ke arah laut lepas sedangkan pada pasang tertinggi garis pantai akan berada sangat dekat dengan vegetasi terakhir yang ada di daratan. Terdapat bekas aliran arus di sekitar muara sungai saat terjadi surut terendah.

Gambar 11. Profil pantai pada bagian barat, tengah dan timur
           
Berdasarkan Gambar 11 profil pantai pada bagian timur, barat dan tengah wilayah pantai Sungai Dua Laut memiliki kelerengan yang landai. Hal ini dibuktikan dengan jarak 1,4, jarak 1,6 dan jarak 1,8 km memiliki nilai kedalaman sebesar 3 meter.

Gambar 12. Lokasi pengambilan profil pantai

Lokasi pengambilan profil pantai terbagi menjadi tiga yaitu timur, barat dan tengah dengan jarak antar lokasi sepanjang 1 km. Panjang penarikan dari garis pantai kelaut yaitu sekitar 1,6 km hingga kedalaman 3 meter saat MSL.


DAFTAR PUSTAKA
Arief, M.,Winarso, G., dan Prayogo, T. 2011. Kajian Perubahan Garis Pantai Mengunakan Data Satelit Landsat di Kabupaten Kendal. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. LAPAN. Jakarta Timur.

Baharuddin. 2017. Modul Oseanografi Fisik Materi Pasang Surut. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Lambung Mangkurat.

Maulana, Fauzan. 2010. Sedimentasi laut. Ilmu kelautan, universitas padjajaran.


Komentar