PENANGANAN SIG TERHADAP PULAU-PULAU KECIL


PENANGANAN SIG TERHADAP PULAU-PULAU KECIL




TUGAS JURNAL MATA KULIAH SIG KELAUTAN



Linda Apriliani
1610716120003




















PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019


Abstrak
            SIG merupakan suatu sistem yang didalamnya mencakup informasi geografis untuk mengambarkan kondisi geografis sesuai dengan kenyataan. pulau-pulau kecil adalah pulau yang memiliki luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km persegi beserta ekosistemnya, minimnya basis data mengenai potensi pulau-pulau kecil menjadikan SIG berperan dalam proses perolehan basis data. SIG diharapkan mampu membantu mengenali potensi yang dimiliki sebuah pulau mampu terpetakan dengan baik melalui data-data spasial.
Kata kunci : SIG, pulau kecil, data, peta.

Pendahuluan
SIG (Sistem Informasi Geografis) pertama  kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972 dengan nama Data Banks for Develompment (Rais, 2005). Munculnya istilah Sistem Informasi Geografis seperti sekarang ini setelah dicetuskan oleh General Assembly dari International Geographical Union di Ottawa Kanada pada  tahun 1967.Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS-SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisa dan mengolah data yang dikumpulkan untuk inventarisasi Tanah Kanada (CLI-Canadian Land Inventory) sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan memetakan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Sejak saat itu Sistem Informasi Geografis berkembang di beberapa benua terutama Benua Amerika, BenuaEropa, Benua Australia, dan Benua  Asia.
SIG merupakan suatu sistem yang didalamnya mencakup informasi geografis untuk mengambarkan kondisi geografis sesuai dengan kenyataan. Dengan bantuan sistem ini, kita mampu menggambarkan kenampakan yang terlihat dilapangan agar dapat dituangkan kedalam bentuk 2 dimensi dalam hal ini berupa peta. Atau dengan kata lain SIG adalah kumpulan yang terorganisasi dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis. Fungsi SIG sendiri sudah cukup beragam dalam kehidupan kita saat ini salah satunya pengembangan wilayah pulau-pulau kecil.
Menurut UU RI No. 27 tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa pulau-pulau kecil adalah pulau yang memiliki luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km persegi beserta ekosistemnya. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan kelautan di pulau-pulau kecil belum optimal dikarenakan ketidaktauan akan potensi dari masing-masing pulau dan minimnya basis data mengenai potensi pulau-pulau kecil yang ada menjadikan SIG berperan dalam proses perolehan basis data di Indonesia sehingga hadirnya SIG diharapkan mampu membantu membuat potensi yang ada terpetakan dengan baik melalui data-data spasial.
Data spasial mencakup dua komponen yaitu komponen spasial dan komponen tematik. Kedua komponen tersebut saling terkait dan saling memperkuat informasi yang dikandung dalam data tersebut. SIG mendasarkan pada kedua komponen tersebut dalam berbagai analisis spasial yang dilakukan. Komponen spasial dan komponen tematik dapat dianalisis secara bersama ataupun terpisah dari masing-masing komponen tersebut. Komponen spasial dan tematik dapat diwujudkan menjadi sebuah informasi spasial seperti peta-peta digital yang pada saat ini banyak digunakan pada berbagai kepentingan.
Informasi geospasial yang ditampilkan tentunya tidak hanya sekedar informasi letak dan koordinat namun disertakan pula informasi penggunaan lahan, kondisi pasang surut, potensi perikanan, potensi tambang, potensi penduduk, kebudayaan dan informasi lainnya. Penelitian yang dilakukan Sarno (2013) mengenai inventarisasi pulau terluar  dapat dikembangkan untuk pulau-pulau lainnya di seluruh wilayah perairan  Indonesia, sehingga pemetaan pulau, identifikasi potensi sumberdaya pulau akan lebih mudah diinventarisasikan dan mudah dalam perencanaan dan pengembangannya.
Kegiatan identifikasi dan pemetaan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil merupakan salah satu upaya untuk menyediakan dan memberikan informasi awal mengenai arah pemanfaatan pulau-pulau kecil yang rasional dan berkelanjutan, sebagaimana yang tertera di perundang-undangan. Tentunya kajian lebih lanjut mengenai hal tersebut perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana peranan SIG dalam pengembangan pulau-pulau kecil yang mendasari adanya tulisan ini.

Metodologi Penelitian
A.    Metode Perolehan Data
            Menurut Baharuddin (2019) menjelaskan bahwa perolehan data dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1.        Identifikasi Potensi
Pengumpulan data awal merupakan proses pengumpulan data pra-lapangan, meliputi perolehan data peta dan citra satelit berikut pengolahannya, pengumpulan dan pengolahan data kondisi awal lokasi, dan penetapan lokasi, jumlah dan metode sampling.
2.        Persiapan Peta dan Citra Satelit
a.        Persiapan Peta Dasar
Peta dasar merupakan peta yang berisi informasi dasar kondisi wilayah, meliputi batas poligon praktek, batas administratif, jalan dan sungai. Sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, peta dasar yang sesuai digunakan dalam survei identifikasi potensi pesisir, laut dan pulau-pulau kecil berupa Peta Rupabumi Indonesia skala 1 : 10.000, 1 : 25.000, 1 : 50.000 dan 1 : 100.000 yang dikeluarkan oleh  BIG (Badan Informasi Geospasial). Untuk meningkatkan kedetilan informasi pada peta dasar, beberapa unsur/tema dasar dapat ditambahkan dari hasil delineasi melalui Google Earth.
b.        Pengolahan Citra Satelit
b. 1. Pengolahan awal
Tahap pengolahan awal citra satelit (image preprocessing) dilakukan untuk memperbaiki data citra asli (raw data) menjadi citra satelit yang siap untuk diinterpretasi. Pekerjaan yang dilakukan meliputi perbaikan kesalahan akibat hamburan partikel di atmosfer yang terekam oleh citra satelit (radiometric correction), perbaikan kesalahan posisi perekaman citra satelit terhadap referensi bumi (geometric correction) dan penajaman obyek pada citra melalui perentangan nilai spektral citra.
-     Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh adanya pantulan balik dari partikel-partikel di atmosfer yang ikut terekam oleh detektor satelit, yang mengakibatkan terjadinya penambahan nilai piksel obyek tertentu. Koreksi radiometrik dilakukan dengan cara memperbaiki nilai spektral citra, yang pada prinsipnya adalah menghilangkan penambahan tingkat kecerahan piksel akibat hamburan atmosfer.
 -     Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik yang paling mendasar adalah penempatan kembali posisi piksel sedemikian rupa sehingga dihasilkan gambaran obyek yang sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan atau pada peta topografi. Pada koreksi geometrik terjadi pengalihan posisi (relokasi) seluruh piksel pada citra sehingga membentuk konfigurasi piksel baru yang dipersepsikan sebagai citra.
-     Penajaman Citra
Penajaman citra yang lazim digunakan ada dua, yakni ekualisasi histogram dan perentangan linear. Teknik equalisasi histogram akan memberikan efek kontras yang tajam (kontras maksimum) pada citra, sehingga perbedaan antara obyek yang satu dengan obyek lainnya akan lebih jelas. Teknik ini lebih rumit dari perentangan linear karena menggunakan hitungan statistik.
b.2 Interpretasi dan Delineasi
Interpretasi citra satelit merupakan salah satu tahap identifikasi potensi pulau yang dilakukan sebelum survei lapangan. Interpretasi citra satelit merupakan serangkaian kegiatan identifikasi, pengukuran dan penterjemahan data-data dari data penginderaan jauh untuk memperoleh informasi yang memiliki makna. Data yang diperoleh melalui interpretasi citra antara lain penggunaan lahan, tutupan mangrove dan terumbu karang. 
Hasil interpretasi penggunaan lahan, tutupan mangrove dan terumbu karang menghasilkan peta tentatif yang digunakan untuk menentukan sampel yang akan dicek di lapangan. Hasil penentuan sampel bersama dengan informasi dasar lainnya digunakan sebagai peta kerja untuk acuan ground check.
-     Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang bersifat dinamis dan biasanya tidak tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Interpretasi penggunaan lahan pada citra penginderaan jauh dilakukan dengan pendekatan 9 unsur interpretasi citra yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, asosiasi, dan konvergensi bukti.
Interpretasi citra untuk menghasilkan jenis-jenis penggunaan lahan pulau dilakukan dengan cara digitasi on screen dengan menggunaan software ArcGis. Klasifikasi penggunaan lahan pulau harus mempertimbangkan hirarki pemetaan, misalnya citra yang beresolusi sedang seperti Landsat akan menghasilkan kelas yang berbeda dengan citra resolusi tinggi, seperti Ikonos dan Quickbird
3.        Pengumpulan dan pengolahan data kondisi awal lokasi
Pengumpulan dan pengolahan data awal lokasi dilakukan dengan pengumpulan bahan referensi dari instansi terkait atau melalui internet. Hasil penelitian dan pendataan yang pernah dilakukan oleh berbagai instansi dapat dijadikan referensi awal kondisi wilayah dan sejauh mana kegiatan identifikasi potensi dan pemetaan pulau-pulau kecil yang telah  dilakukan. Data awal yang dikumpulkan diantaranya kondisi umum pulau, status kawasan, kepemilikan pulau, iklim, oceanografi, genesis pulau, geologi dan kerentanan bencana.
4.        Penetapan Lokasi, Jumlah dan Metode Sampling
a.    Penentuan Lokasi Sampel
Sampel lapangan untuk uji interpretasi penggunaan lahan, mangrove dan obyek perairan dasar ditentukan berdasarkan metode stratified proporsional random sampling. Dengan menggunakan metode ini, unit terkecil dalam penentuan sampel adalah hasil klasifikasi tiap jenis obyek pada setiap peta. Sebagai contoh, unit terkecil pada peta penggunaan lahan adalah semak atau permukiman.
b.  Penentuan Jumlah Sampel
Jumlah sampel diambil secara proporsional sesuai dengan luas tiap kelas dari masing-masing tema peta yaitu peta penggunaan lahan, peta obyek perairan dasar, dan peta mangrove.

c.   Metode Pengamatan dan Pengukuran
Uji hasil interpretasi penggunaan lahan dilakukan di setiap lokasi sampel dengan cara pengamatan secara visual dan pencocokan antara hasil interpretasi citra satelit dengan kondisi nyata di lapangan. Lokasi pengambilan sampel lapangan harus sesuai dengan titik-titik sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Koordinat lokasi sampel di lapangan diukur dengan GPS.
4. Survei Lapangan
Survei Lapangan (Ground Check), dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi kondisi wilayah, meliputi kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Untuk mengetahui beberapa aspek tersebut, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan data dan informasi, baik primer maupun sekunder yang selanjutnya akan diidentifikasi  dan diklasifikasi.

B.     Metode Pengukuran
Beberapa aspek yang diukur meliputi kondisi oseanografi fisik, oseanografi kimia dan kondisi bio-ekologi. Parameter oseanografi fisik yang biasanya diamati adalah pasang surut, gelombang (pola, arah, tinggi), karakteristik arus (pola, arah, kecepatan). Jika data-data tersebut tidak dapat diamati secara langsung, maka akan digunakan data sekunder dan peramalan. Beberapa parameter kualitas air diukur untuk menentukan karakteristik dan kualitas perairan di lokasi studi meliputi suhu, DO, pH, kecerahan dan salinitas. Kondisi bioekosistem yang akan dimati adalah mangrove, lamun, ikan (nekton), ikan karang, terumbu karang, plankton, substrat sedimen dan bentos. Pengamatan ekosistem yang digunakan adalah metode-metode baku yang sudah teruji secara ilmiah.

C. Metode Analisis Data
1.      Verifikasi dan Pengolahan Data Lapangan
Verifikasi data dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dan valid. Verifikasi dilakukan melalui pemeriksaan kesalahan pengambilan data, pemeriksaan kebenaran data tersebut di lokasi pengambilan data, dan kejelasan sumber data. Pasca verifikasi, pengolahan data dilakukan melalui tahapan inventarisasi data, kompilasi data, klasifikasi data, penyamaan format data dan pengkorelasian data.
2.      Pengolahan Data Tabular dan Tekstual
Data-data yang berbentuk tabular/atribut dan tekstual (non spasial) yang dihasilkan dari pengolahan data dapat secara langsung diolah dan dianalisis menggunakan program spreadsheet. Pengolahan data ini menghasilkan informasi dalam berbagai bentuk, diantaranya dalam bentuk deskripsi obyek atau lokasi, jumlah, persentase, frekuensi, informasi grafis dalam bentuk gambar dan grafik, maupun informasi dalam bentuk data yang terstruktur. Contoh data dalam bentuk tabular dan tekstual yaitu data sosial ekonomi, data infrastruktur pulau, permasalahan dan peluang pengembangan, dll.    
3.      Reinterpretasi Peta-Peta Tematik
Reinterpretasi merupakan tahap perbaikan peta hasil interpretasi citra satelit dengan menggunakan hasil uji lapangan. Proses perbaikan peta ini dilakukan dengan cara perbaikan batas-batas polygon dari tiap kelas sesuai tema peta, diantaranya peta penggunaan lahan, peta penutup lahan mangrove, dan peta obyek perairan dasar. Contoh reinterpretasi adalah perbaikan poligon penggunaan lahan tanah terbuka yang setelah di uji di lapangan berupa semak.
4.      Penyusunan Peta-Peta Tematik
Penyusunan peta-peta tematik dilakukan berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan pengukuran parameter kualitas perairan. Peta-peta tematik disusun untuk mengetahui sebaran kondisi daya dukung pulau. Peta tematik yang diolah dan disusun meliputi peta oseanografi, peta penggunan lahan, peta sebaran terumbu karang, padang lamun dan peta sebaran tutupan mangrove.
5.      Analisis Potensi Sumberdaya
Secara umum, pengolahan dan analisis data dilakukan untuk memperoleh informasi yang digunakan sebagai input dalam penentuan seberapa besar potensi sumberdaya yang ada di pesisir, laut dan pulau, meliputi informasi sumberdaya air tawar, terumbu karang, lamun dan mangrove di wilayah studi. Informasi ini yang dijadikan dasar sejauh mana potensi sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan dan dikembangkan.

Hasil dan Pembahasan
Beberapa contoh peranan SIG dalam pengembangan pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut:
1.  1. Pengembangan Budidaya Laut (KJA dan rumput laut)
Keramba jaring tangkap dan Rumput Laut Keramba jaring tangkap merupakan salah satu cara budidaya ikan di laut dan budidaya rumput laut banyak digemari oleh masyarakat pesisir karena jika dikembangkan dengan optimal akan menghasilkan pendapatan yang tinggi. Kedua budidaya tersebut memerlukan lokasi yang strategis, dengan persyaratan yang sama menurut penelitian yang dilakukan Syofyan, dkk (2010) yaitu klorofil, BOD, DO, kecerahan dan kedalaman.  Penelitian yang dilakukan Syofyan, dkk (2010) menunjukkan pemanfaatan data penginderaan jauh dan SIG dalam penentuan lokasi untuk kesesuaian budidaya keramba jaring tangkap dan rumput laut di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna, dengan perolehan dominansi kesesuaian kawasan untuk kegiatan keramba jaring tangkap dan rumput laut berada pada kelas sesuai sebesar 49,4%, kemudian kelas sangat sesuai sebesar 31,1% dan tidak sesuai sebesar 19,5%. Dengan gambar spasialnya sebagai berikut:


 
Gambar 1. Peta Kelas Kesesuaian Kawasan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna (Syofyan, dkk, 2010)

2.      2. Monitoring Ekosistem Pesisir dan Laut
ยท         Ekosistem Lamun
Penelitian ini dilakukan oleh Supriyadi (2008) di Teluk Kotania dan Pelitajaya Kabupaten Seram Bagian Barat- Maluku Tengah. Parameter yang diambil saat pengukuran ialah pola arus air pasang surut, arus permukaan, pola sebaran sedimen, kondisi suhu dan salinitas. Metode yang digunakan ialah melalui interpretasi data citra satelit ASTER hasil rekaman 17 September 2005 dan posisi titik sampling (Lintang dan Bujur) ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Position System) yang telah disesuaikan dengan datum WGS84.
Persentase tutupan lamun (seagrass cover) ekosistem lamun di perairan Teluk Pelitajaya dan Kotania secara umum relatif tinggi antara 10-95 % dan hampir merata di seluruh perairan Teluk (Gambar3). Nilai persentase tutupan lamun dapat mencerminkan besar kecilnya kandungan biomasa lamun (Kuriandewa, komunikasi pribadi). Persentase tutupan lamun di atas 75 % tersebar merata di perairan dangkal Teluk Kotania khususnya di bagian luar (open sea), sedangkan persentase tutupan rendah cenderung berada di teluk yang menjorok ke dalam.
Gambar 2. Sebaran persentase tutupan lamun

3.     3.  Analisis Kelayakan Zona Inti
Penelitian ini dilakukan oleh Miftahudin dkk (2017) di Perairan Kepulauan Selat Nasik, yang merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Perairan (KKP) wilayah administrasi kabupaten Belitung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi. Observasi dilakukan dengan 2 cara yaitu FGD (Focused Discussion Group) atau wawancara dan pengukuran lapangan. FGD atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan
lokasi usulan zona inti secara garis besar berdasarkan persepsi masyarakat melalui pendekatan pemetaan partisipatif. Setelah melewati proses analisis maka hasil penilaian terhadap kesesuaian zona inti tampil dalam bentuk layout peta kesesuaian.
Gambar 3. Peta Kesesuaian di Pulau Piling

4.     4.  Pengembangan Wisata Bahari
Wisata Bahari Pemanfaatan potensi pesisir dan lautan lainnya adalah pemanfaatan dalam bidang wisata, pemanfaatan ini  agaknya mulai banyak disadari oleh masyarakat Indonesia, yang mulai berlomba-lomba dalam melakukan marketing wisata bagi wilayah pesisirnya, namun perlu dicermati kesesuaiannya agar terjadi keberlanjutan bagi pengembangan wisata nantinya,
Pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk penentuan lokasi pariwisata bahari telah dilakukan Winarso, dkk (2014) dengan parameter lingkungan yang dideteksi dari penginderaan jauh antara lain kecerahan, terumbu karang, dan kedalaman. Kemudian dengan SIG ditentukan lokasi yang sesuai untuk wisata bahari seperti diving dan snorkeling.
Gambar 4. Lokasi rekomendasi untuk pariwisata bahari di NTB berdasarkan data                                                                      penginderaan jauh (Winarso, dkk, 2014)


Kesimpulan
            Kesimpulan dari beberapa uraian diatas ialah peranan SIG dalam pengembangan pulau-pulau kecil adalah membangun basis data yang selama ini belum ada dan potensi yang belum terpetakan dengan baik sehingga arah pembangunan di pulau-pulau kecil masih terkendala. Melalui SIG diharapkan potensi pulau-pulau kecil dapat terlihat sehingga pembangunan dapat dilakukan lebih optimal.

Daftar Pustaka
Baharuddin. 2018. Bahan Ajar Pemetaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil. Progam Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat.

Harahap dan Yanuarsyah. (2012). Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Zonasi Jalur Penangkapan Ikan di Perairan Kalimantan Barat. Jurnal Akuatika. Vol. III No. 1/ Maret 2012.

Shalihati. 2014. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi Dalam Pembangunan Sektor Kelautan  Serta Pengembangan Sistem Pertahanan Negara Maritim. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Supriyadi I. 2008. Pemetaan Kondisi Ekosistem Lamun Dan Biota Asosiasi Di Teluk Kotania Dan Pelitajaya Kabupaten Seram Bagian Barat- Maluku Tengah. LIPI Jakarta.

Syofyan, I., Rommie Jhonerie, Yusni Ikhwan Siregar. (2010). Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Kesesuaian Kawasan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut Di Perairan Pulau Bunguran Kabupaten Natuna. Jurnal Perikanan dan Kelautan. halaman 111-120.

Winarso, G., dkk (2014). Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Mendukung Program Kemaritiman. Publikasi ilmiah.



Komentar