STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN PULAU KECIL


STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL
STUDI KASUS PULAU NUSA MANU DAN PULAU NUSA LEUN 
DI KABUPATEN MALUKU TENGAH






TUGAS JURNAL MATA KULIAH PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT SECARA TERPADU




Linda Apriliani
1610716120003














PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019








Abstrak
            Permasalahan pengelolaan pulau-pulau kecil (PPK) merupakan masalah krusial yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Masalah yang umum dihadapi PPK yakni kerusakan habitat, perubahan pada proses alami ekosistem dan pencemaran. Wilayah pesisir dan PPK semakin kompleks seiring terjadinya konflik kepentingan secara internal dalam masyarakat dan pada tingkatan pemerintahan. Oleh karena itu, aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang dalam wilayah ini harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan kawasan dalam menyediakan sumber daya. Oleh karena itu, kajian ini diperlukan untuk mengetahui strategi yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil. Metode dalam kajian ini menggunakan metode studi kasus dari permasalahan yang terjadi di Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun.
Kata kunci : pengelolaan, pendekatan, pulau kecil.

Latar Belakang
Menurut UU RI No. 27 tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa wilayah pesisir sendiri merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan darat dan laut sedangkan pulau-pulau kecil adalah pulau yang memiliki luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km persegi beserta ekosistemnya. Potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang dimiliki oleh kawasan pulau-pulau kecil. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam baik hayati dan non hayati yang sangat produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi.  Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih berorientasi ke darat.
Permasalahan pengelolaan pulau-pulau kecil (PPK) merupakan masalah krusial yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Masalah yang umum dihadapi PPK yakni kerusakan habitat, perubahan pada proses alami ekosistem dan pencemaran. Permasalahan yang secara khusus juga dihadapi PPK adalah kondisi yang rentan terhadap bencana alam dan aktivitas manusia, seperti; penambangan pasir dan praktik destructive fishing (penangkapan ikan dengan racun dan bom ikan). Penyebab terjjadinya kerentanan PPK ini disebabkan oleh lokasi terpencil, sumber daya yang terbatas, ketergantungan yang tinggi pada barang impor, biaya transportasi yang tinggi dan rawan terhadap bencana alam (Adrianto dan Matsuda, 2002, MEA, 2005; Barrientos, 2010).
Pengelolaan PPK semakin kompleks seiring terjadinya konflik kepentingan secara internal dalam masyarakat dan pada tingkatan pemerintahan. Oleh karena itu, di dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman tersebut, pengelolaan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Kebijakan dan Strategi pengelolaan pulau-pulau kecil diharapkan dapat berfungsi sebagai referensi atau pedoman bagi kegiatan lintas sektor baik pusat maupun daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan pulau-pulau kecil. Sampai saat ini belum ada referensi yang integratif dan disepakati secara nasional sebagai dasar kebijakan dan strategi pengelolaan pulau-pulau kecil, sehingga menyebabkan upaya pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal. Untuk itu diperlukan kajian lebih mendalam melalui telaah pustaka dengan tujuan menyusun strategi dan kebijakan pengelolaan pulau kecil.

Metode Penulisan
Penulisan karya tulis ini menggunakan metode telaah pustaka atau studi kasus mengenai strategi dan kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil, yang dimaksudkan untuk menghasilkan penjabaran berupa diskripsi dalam bentuk kalimat-kalimat kritis. Sedangkan tema untuk penulisan karya ilmiah ini khusus terkait dengan kajian strategi dan kebijakan yang dapat dilakukan untuk pengembangan kawasan pulau- pulau kecil.

Pembahasan

       Gambar diatas merupaka peta lokasi Pulau Nusa Manu dan Nusa Leun. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung secara in situ meliputi data oseanografi seperti; pasang surut, batimetri, arus, salinitas, suhu dan kecerahan, data pengamatan ekosistem mangrove (bakau), ekosistem terumbu karang dan ekosistem pantai untuk ekowisata bahari, data untuk lokasi budidaya KJA dan fishing ground. Data sekunder meliputi data Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), potensi dan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) secara eksisting, didapatkan dari beberapa instansi terkait seperti; kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah dan Provinsi Maluku serta kantor terkait lainnya di Kabupaten Maluku Tengah dan Kota Ambon.
Permasalahan yang dihadapi pulau-pulau kecil terluar sebagai wilayah perbatasan, antara lain: 1) Belum adanya kepastian sebagian garis batas laut dengan negara tetangga. 2) Untuk pulau-pulau yang berpenduduk, kondisi masyarakat di wilayah tersebut masih terisolir dan termaginalkan, sehingga memifiki tingkat kerawanan yang tinggi di bidang eonomi, politik, dan keamanan. 3) Maraknya pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah perbatasan seperti penyelundupan, pencurian ikan, trafficking, dan perompakan. 4) Terbatasnya prasarana dan sarana untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengembangan, khususnya terhadap pulau-pulau yang terpencil, sufit dijangkau dan tidak berpenghuni. 5) Ukuran pulau di perbatasan umumnya pulau-pulau yang sangat kecil sehingga sangat rentan terhadap kerusakan baik oleh alam maupun manusia. 6) Belum sinkronnya pengelolaan perbatasan, baik yang mencakup kelembagaan, program, maupun kejelasan kewenangan. 7) Belum adanya peraturan perundangan yang jelas dan menyeluruh dalam pengelolaan pulau-pulau terluar. 8) Adanya salah penafsiran tentang Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang menimbulkan berbagai konflik dalam kewenangan pengelolaan wi/ayah perairan. 9) Kurangnya sosialisasi tentang keberadaan dan pentingnya pulau-pulau terluar.
Salah satu pulau terluar yang mengalami permasalahan tersebut adalah pulau Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun di Kabupaten Maluku Tengah. Banyaknya aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di wilayah pesisir dan laut Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun sebagai salah satu pulau kecil terdekat dengan pulau induk (maindland), maka perlu memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan kawasan kedua pulau dalam menyediakan sumber daya (Samudra, 2010).
       Beberapa aspek yang ditunjau untuk strategi dan kebijakan yang dilakukan dalam pengembangan Pulau Nusa Muna dan Pulau Nusa Leun ialah pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan wisata bahari, budidaya KJA dan daerah penangkapan ikan. Pengelolaan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun untuk berbagai kegiatan berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung kawasan dapat ditetapkan dengan skala prioritas dan dilaksanakan berdasarkan aspek kepentingan pengelolaan. Pengelolaan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun dilakukan dengan mengintegrasikan pembangunan antara wilayah darat Pulau Seram (maindland) dan wilayah pesisir serta laut yang berada di kedua pulau. Konsep dasar pengelolaan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun adalah bahwa pemanfaatan sumber daya alam disesuaikan dengan daya dukung kawasan (carrying capacity of the area) (Retraubun, 2005; Samudra, 2010; Yulianda, 2010).
    Strategi pengelolaan kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun dilakukan dengan menggunakan pendekatan keberlanjutan ekosistem. Masing-masing aktivitas dibagi sesuai peruntukan ruang pemanfaatan dan kemampuan optimum kawasan untuk menampung masing-masing kegiatan dimaksud. Pembangunan infrastruktur dasar yang tersedia dalam mendukung kehidupan dan penghidupan masyarakat di sekitar Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun perlu ditingkatkan baik dari sisi ketersediaan, kelengkapan, hingga fungsinya, sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah (baik pusat maupun daerah) dalam penyediaannya. Konsep pengelolaan berdasarkan pendekatan ekosistem dilakukan pada masing-masing aktivitas antara lain:

1.    Pengelolaan Pariwisata Bahari
Ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan yaitu untuk pengelolaan pariwisata bahari
a.   Pendekatan pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable turism approach) yaitu, area wisata ditetapkan berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung kawasan. Wisatawan murni hanya melakukan aktivitas berwisata saja selama ada di pulau, fasilitas tempat tinggal, makan dan hiburan lainnya dilakukan pada mainland, sehingga dapat menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat Negeri Sawai dan wisatawan yang berkunjung dengan baik dan tetap menjaga kelestarian daerah tujuan wisata yang dikunjungi. Gladstone et al., (2013), menjelaskan, pembangunan infrastruktur pendukung ekowisata yang di bangun pada kawasan pesisir dan pulau kecil secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh terhadap lingkungan dan ekosistem pesisir dan laut. Aktivitas wisata bahari yang dilakukan oleh wisatawan dapat disesuaikan dengan minat masing-masing seperti; snorkeling, diving, tracking mangrove, rekreasi pantai pada lokasi yang sesuai dan kemampuan daya dukung kawasan secara alami kedua pulau dapat menerima aktivitas tersebut
b.      Pendekatan pemberdayaan masyarakat (community empowerment approach) yakni, masyarakat Negeri Sawai ditempatkan sebagai subjek untuk mengelola potensi wisata bahari di kedua pulau, dengan menyesuaikan pada karakter sosial, budaya dan ekonomi di wilayah tersebut. Pendekatan ini perlu dilakukan, karena masyarakat lokal di kawasan kedua pulau adalah pihak yang paling memahami kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Keterlibatan masyarakat Negeri Sawai sejak awal untuk menghasilkan kesesuaian program dengan menampung aspirasi yang berkembang sesuai kebutuhan serta menjamin komitmen masyarakat sehingga menumbuhkan rasa memiliki yang kuat
c.    Pendekatan ekowisata (ecoturism approach) yakni, bentuk pengelolaan suatu kawasan yang masih alami dengan beragam potensi untuk dijadikan destinasi wisata berdasarkan prinsip pelestarian sumber daya alam dan ekosistem dalam kawasan tersebut, mampu membuka akses jejaring ekonomi, sosial
Proses ini dilakukan dengan mengintegrasikan prinsip pengelolaan pada beberapa dimensi seperti; 1). Lingkungan, bahwa ekowisata sangat berkaitan erat dengan lingkungan, bentang alam, topografi, kehidupan satwa flora dan fauna Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun yang relatif masih murni (pure) dan belum tercemar; 2). Masyarakat, bahwa ekowisata pada kedua pulau harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal setempat; 3). Pendidikan dan pengalaman, bahwa kegiatan ekowisata pada kedua pulau mampu meningkatkan pemahaman akan ekosistem dan interaksi organisme di dalamnya (fungsi edukasi) dan mengembangkan budaya lokal berdasarkan pengalaman yang dimiliki; 4). Keberlanjutan, bahwa ekowisata dapat memberikan kontribusi positif bagi keberlanjutan sumber daya alam di kedua pulau, baik jangka pendek maupun jangka panjang; dan 5). Manajemen, bahwa potensi SDA pada Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun perlu dikelola secara baik dan menjamin sustainable development untuk ekosistem, sosial dan budaya lokal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sekarang maupun generasi mendatang (Low dan Heillbronn, 1996).

2. Pengelolaan Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA)
            Permasalahan yang dihadapi di Pulau Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun adalah masih rendahnya pengetahuan secara teknik budidaya laut sistem KJA, kurangnya sosialisasi kegiatan KJA yang efektif dan konstruktif berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung kawasan oleh pemerintah daerah. Hal lain adalah, adanya kesulitan mendapatkan bibit ikan yang berkualitas, sulitnya penanganan pasca panen dan sulitnya pemasaran bagi produksi yang dihasilkan. Walaupun secara fisika dan kimia oseanografi perairan kedua pulau ini sangat sesuai untuk kegiatan budidaya sistem KJA. Pendekatan yang dapat dilakukan ialah
dilakukan pengaturan letak dan posisi unit KJA agar tidak mengalami penumpukan.
Kedalaman perairan merupakan faktor pembatas yang paling berpengaruh pada budidaya KJA di kawasan ini, hal tersebut dikarenakan kondisi topografi dasar laut yang bervariasi (slope, flate, crest dan lagoon), sehingga mempengaruhi letak/tempat pemasangan KJA. Upaya untuk mengefektifkan kegiatan budidaya pada kawasan ini, dilakukan dengan pembagian zona berdasarkan kesesuaian fisik perairan dan daya dukung kawasan dalam menampung aktivitas tersebut. Pada lokasi perairan yang lebih dalam hanya dijadikan zona buffering (penyangga), dengan tujuan agar meminimalisasi kematian ikan akibat adanya pencemaran dari satu unit KJA ke unit KJA yang lain.
Budidaya ikan kerapu salah satu contohnya, memerlukan kualitas air dan kondisi oseanografi yang optimal. Pencemaran yang disebabkan pada lokasi unit KJA terjadi karena pengaturan pemberian pakan dan perawatan jaring keramba yang tidak sesuai. Penempatan posisi rumah jaga pada dasarnya berfungsi sebagai tempat pemantauan (control) aktivitas ikan dan kondisi perairan. Selain itu fungsi rumah jaga turut berperan dalam kegiatan perawatan budidaya. Posisi dan letak yang salah dapat mempengaruhi kesehatan dan kualitas air dari ikan yang di budidayakan. Fungsi rumah jaga lainnya adalah sebagai tempat menjemur jaring KJA yang telah berlumut dan setelah itu dilakukan pencucian menggunakan compressor dengan cara penyemprotan hingga permukaan jaring menjadi bersih.  
Aktivitas ini jika terus-menerus dilakukan di sekitar unit KJA dengan jarak yang dekat maka akan menyebabkan pencemaran akibat limbah/kotoran sisa pencucian jaring dapat kembali masuk ke dalam unit KJA yang lain. Oleh karena itu perlu diatur posisi letak KJA yang efektif antar unit dalam suatu kawasan. Salah satu upaya untuk mendukung kegiatan budidaya di kawasan ini adalah dengan melakukan pendampingan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia mencakup pola hidup, keterampilan terapan untuk mendukung usaha seperti budidaya, penangkapan dan pengolahan, keterampilan manajerial dan pemasaran, serta peningkatan pemahaman atas pelestarian lingkungan.

3. Pengelolaan Perikanan Demersal
Alasan paling mendasar dalam pengelolaan sumber daya ikan di kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun adalah dengan memanfaatkan sumber daya di sekitarnya sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi bagi masyarakat Negeri Sawai dan sekitarnya, namun kelestariannya tetap terjaga. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nikijuluw, 2002; Retraubun, 2005; Simbolon, 2010) pemanfaatan sumber daya ikan pada suatu kawasan tertentu harus dapat dilakukan dengan mengintergrasikan masyarakat sebagai pelaku usaha dan keberadaan sumber daya alam dalam kawasan tersebut, agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan secara berkelanjutan menjamin ketersediaan sumber daya alam tetap aman. Secara implisit hal ini mengandung dua makna, yaitu makna sosio-ekonomi dan makna konservasi atau ekobiologi. Untuk itu, pemanfaatan optimal sumber daya ikan mau tidak mau harus mengakomodasi hubungan antar kegiatan tersebut.
Beberapa pendekakatan yang dapat dilakukan dalam melakukan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan di kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun adalah: 1). Pengelolaan perikanan tangkap melalui pendekatan pengaturan musim penangkapan ikan pada waktu-waktu ikan memijah dan berkembang dengan melakukan sasi laut (kearifan lokal). Hal ini memerlukan dukungan semua lapisan masyarakat khususnya masyarakat nelayan (Marasabessy et al., 2018). Ada dua bentuk pengaturan musim penangkapan ikan. Pertama, menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Kedua, penutupan kegiatan penangkapan ikan karena sumber daya ikan telah mengalami degradasi, dan ikan yang ditangkap semakin sedikit (Beddington dan Retting, 1983; Nikijuluw, 2002); 2). Secara umum alat tangkap yang dipakai oleh nelayan sekitar kedua pulau adalah alat tangkap yang ramah lingkungan yaitu pancing ulur dan pancing tegak. Walaupun demikian jumlah armada penangkapan ikan yang banyak dan berasal dari Desa dan Dusun di sekitar kedua pulau dapat menimbulkan kerentanan terhadap daya dukung penangkapan ikan.
Pengaturan dalam membatasi armada penangkapan perlu dilakukan pada kawasan perairan kedua pulau, khususnya pada fishing ground yang berbatasan langsung dengan aktivitas lain, seperti kegiatan ekowisata bahari (diving dan snorkeling) dan kegiatan budidaya KJA. Pelarangan jenis alat tangkap yang destruktif dapat dilakukan secara permanen, hal ini dilakukan untuk melindungi sumber daya ikan dengan tujuan dapat menjamin kelangsungan usaha nelayan kecil/tradisional yang ada di sekitar kawasan kedua pulau; 3). Pengendalian upaya penangkapan ikan dilakukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, kinerja ekonomi nelayan penangkap ikan melalui pengurangan biaya dan penyesuaian kapasitas penangkapan ikan yang berlebihan, selain itu dapat juga dilakukan melalui pengaturan perijinan. Pengelolaan perikanan demersal perlu disesuaikan berdasarkan kegiatan penangkapan ikan dari sebelumnya setiap hari selama satu bulan  ke sistem kuota kapal atau Vessel Quota Share (VQS), yaitu sebuah bentuk kegiatan penangkapan ikan yang dapat berganti oleh setiap nelayan dengan melakukan registrasi terkait dengan armada penangkapan ikan.
Hal ini dilakukan agar dapat mengatur jumlah hasil tangkapan ikan dengan harga pembelian yang sesuai melalui perijinan kapal yang diatur secara berkala (Mortensen et al., 2018). Upaya strategis yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan nelayan tradisional di kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun sebagai berikut: 1). Pemberdayaan nelayan Negeri Sawai dan sekitarnya dalam wadah koperasi; 2). Motorisasi nelayan tradisional; 3). Pola kemitraan inti plasma; dan 4). Pengaturan zona penangkapan ikan untuk meminimalisir konflik sosial antar nelayan dan menghindari kerusakan ekosistem yang berakibat pada turunnya ketersediaan sumber daya ikan pada kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun (Marasabessy et al., 2018).
   
Kesimpulan
Secara umum pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun, dapat dilakukan untuk berbagai aktivitas. Strategi pengelolaan melalui pendekatan ekosistem dengan prioritas pengelolaan adalah ekowisata bahari berbasis konservasi. Pembagian aktivitas pemanfaatan ditetapkan berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung kawasan yang tepat, sehingga tidak menimbulkan konflik pemanfaatan ruang dan menjamin kelestarian sumber daya alam.

                                                 DAFTAR PUSTAKA
Adrianto. L., & Matsuda, Y. (2002). Developing Economic Vulnerability Indices of  Environmental Disasters in Small Island Regions. Journal Envir Imp Ass Rev., 22 (4), 393–414.

Gladstone, W., Curley, B., & Shorki, M.R. (2013). Enviromental Impacts of Tourism in the Gulf and the Red Sea. Marine Pollution Bulletin, 9 (17), 375-388.

Low, D.C.,& Heillbronn, K. (1996). Ecotourism: An Annotated Bibliography. Research Report South ROC and Commonwealth Department of  Tourism.

Marasabessy, I., Fahrudin, A., Imran, Z.,& Syamsul, B.A. (2018). Pengelolaan Berkelanjutan Perikanan Demersal di Kawasan Pulau Nusa Manu dan Nusa Leun Maluku Tengah. Jurnal Albacore, 2 (1), 13-27.

Mortensen, O.L., Ulrich, C., Hansen, J., & Hald, R. (2018). Identifying Choke Species Challenges for An Individual Demersal Trawler in the North Sea, Lessons from Conversations and Data Analysis. Journal Mar. Resour.Econ., 87 (25), 11-22.

Baddington, J.R.,& Retting, B. (1983). Approaches to The Regulation of Fishing Effort. FAO Fieheries Technical, 3 (9), e243.

Nikijuluw, V.P.H. (2002). Rezim Pengeloaan Sumberdaya Perikanan. Pustaka Cidesindo Press.

Retraubun, A.S.W. (2008). Implementasi Kewaspadaan Nasional Melalui Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Guna Mencegah Disintegrasi Nasional dalam Rangka Penyelenggaraan Negara. Taskap Program Pendidikan  Reguler Angkatan XIII Lembaga Ketahanan Nasional RI.

Samudra, K. (2010). Pola Pengelolaan Gugusan Pulau-Pulau Kecil di Kawasan Kapoposan yang Berkelanjutan. Disertasi. Institut Pertanian Bogor



Komentar

  1. Merit Casino - YNN Games
    Online casino: merit casino merit casino merit deposit bonus 메리트카지노 yap Merit Casino was founded in 1998.

    BalasHapus

Posting Komentar