STRATEGI DAN KEBIJAKAN
PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL
STUDI KASUS PULAU NUSA MANU
DAN PULAU NUSA LEUN
DI KABUPATEN MALUKU TENGAH
Linda Apriliani
1610716120003
PROGRAM
STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019
Abstrak
Permasalahan
pengelolaan pulau-pulau kecil (PPK) merupakan masalah krusial yang dihadapi oleh
Indonesia saat ini. Masalah yang umum dihadapi PPK yakni kerusakan habitat,
perubahan pada proses alami ekosistem dan pencemaran. Wilayah pesisir dan PPK
semakin kompleks seiring terjadinya konflik kepentingan secara internal dalam
masyarakat dan pada tingkatan pemerintahan. Oleh karena itu, aktivitas yang
akan ditempatkan pada suatu ruang dalam wilayah ini harus memperhatikan
kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan kawasan dalam menyediakan sumber
daya. Oleh karena itu, kajian ini diperlukan untuk mengetahui strategi yang dapat
dikembangkan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil. Metode dalam kajian ini
menggunakan metode studi kasus dari permasalahan yang terjadi di Pulau Nusa
Manu dan Pulau Nusa Leun.
Kata kunci : pengelolaan,
pendekatan, pulau kecil.
Latar Belakang
Menurut UU RI
No. 27 tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa wilayah pesisir sendiri merupakan
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan darat dan laut sedangkan pulau-pulau kecil adalah pulau yang memiliki
luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km persegi beserta ekosistemnya. Potensi sumberdaya alam dan jasa
lingkungan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang
akan datang dimiliki oleh kawasan pulau-pulau kecil. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam baik
hayati dan non hayati yang sangat produktif seperti terumbu karang, padang
lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan
konservasi. Pulau-pulau kecil juga
memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya
yang dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum
optimal akibat perhatian dan kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih
berorientasi ke darat.
Permasalahan pengelolaan
pulau-pulau kecil (PPK) merupakan masalah krusial yang dihadapi oleh Indonesia
saat ini. Masalah yang umum dihadapi PPK yakni kerusakan habitat, perubahan
pada proses alami ekosistem dan pencemaran. Permasalahan yang secara khusus
juga dihadapi PPK adalah kondisi yang rentan terhadap bencana alam dan
aktivitas manusia, seperti; penambangan pasir dan praktik destructive fishing (penangkapan ikan dengan racun dan bom ikan). Penyebab
terjjadinya kerentanan PPK ini disebabkan oleh lokasi terpencil, sumber daya
yang terbatas, ketergantungan yang tinggi pada barang impor, biaya transportasi
yang tinggi dan rawan terhadap bencana alam (Adrianto dan Matsuda, 2002, MEA,
2005; Barrientos, 2010).
Pengelolaan PPK semakin
kompleks seiring terjadinya konflik kepentingan secara internal dalam
masyarakat dan pada tingkatan pemerintahan. Oleh
karena itu, di dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman
tersebut, pengelolaan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara komprehensif dan
terpadu. Kebijakan dan Strategi pengelolaan pulau-pulau kecil diharapkan dapat
berfungsi sebagai referensi atau pedoman bagi kegiatan lintas sektor baik pusat
maupun daerah dalam mengembangkan dan memanfaatkan pulau-pulau kecil. Sampai
saat ini belum ada referensi yang integratif dan disepakati secara nasional
sebagai dasar kebijakan dan strategi pengelolaan pulau-pulau kecil, sehingga
menyebabkan upaya pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal. Untuk itu diperlukan kajian lebih mendalam
melalui telaah pustaka dengan tujuan menyusun strategi dan kebijakan pengelolaan
pulau kecil.
Metode Penulisan
Penulisan karya tulis ini menggunakan
metode telaah pustaka atau studi kasus mengenai strategi dan kebijakan
pengelolaan pulau-pulau kecil, yang dimaksudkan untuk menghasilkan penjabaran
berupa diskripsi dalam bentuk kalimat-kalimat kritis. Sedangkan tema untuk
penulisan karya ilmiah ini khusus terkait dengan kajian strategi dan kebijakan
yang dapat dilakukan untuk pengembangan kawasan pulau- pulau kecil.
Pembahasan
Gambar diatas merupaka peta lokasi Pulau Nusa Manu dan Nusa Leun. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung secara in situ meliputi
data oseanografi seperti; pasang surut, batimetri, arus, salinitas, suhu dan
kecerahan, data pengamatan ekosistem mangrove (bakau), ekosistem terumbu karang
dan ekosistem pantai untuk ekowisata bahari, data untuk lokasi budidaya KJA dan
fishing ground. Data sekunder meliputi data Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), potensi dan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) secara eksisting, didapatkan dari beberapa instansi terkait seperti; kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah dan Provinsi Maluku serta kantor terkait lainnya di Kabupaten Maluku Tengah dan Kota Ambon.
Permasalahan yang
dihadapi pulau-pulau kecil terluar sebagai wilayah perbatasan, antara lain: 1)
Belum adanya kepastian sebagian garis batas laut dengan negara tetangga. 2)
Untuk pulau-pulau yang berpenduduk, kondisi masyarakat di wilayah tersebut
masih terisolir dan termaginalkan, sehingga memifiki tingkat kerawanan yang
tinggi di bidang eonomi, politik, dan keamanan. 3) Maraknya pelanggaran hukum
yang terjadi di wilayah perbatasan seperti penyelundupan, pencurian ikan,
trafficking, dan perompakan. 4) Terbatasnya prasarana dan sarana untuk
melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengembangan, khususnya terhadap
pulau-pulau yang terpencil, sufit dijangkau dan tidak berpenghuni. 5) Ukuran
pulau di perbatasan umumnya pulau-pulau yang sangat kecil sehingga sangat
rentan terhadap kerusakan baik oleh alam maupun manusia. 6) Belum sinkronnya
pengelolaan perbatasan, baik yang mencakup kelembagaan, program, maupun kejelasan
kewenangan. 7) Belum adanya peraturan perundangan yang jelas dan menyeluruh
dalam pengelolaan pulau-pulau terluar. 8) Adanya salah penafsiran tentang
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang menimbulkan
berbagai konflik dalam kewenangan pengelolaan wi/ayah perairan. 9) Kurangnya
sosialisasi tentang keberadaan dan pentingnya pulau-pulau terluar.
Salah satu pulau
terluar yang mengalami permasalahan tersebut adalah pulau Pulau Nusa Manu dan
Pulau Nusa Leun di Kabupaten Maluku Tengah. Banyaknya
aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di wilayah pesisir dan laut
Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun sebagai salah satu pulau kecil terdekat
dengan pulau induk (maindland), maka perlu memperhatikan kesesuaian antara
kebutuhan dan kemampuan kawasan kedua pulau dalam menyediakan sumber daya (Samudra,
2010).
Beberapa aspek yang ditunjau untuk strategi
dan kebijakan yang dilakukan dalam pengembangan Pulau Nusa Muna dan Pulau Nusa
Leun ialah pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan wisata bahari, budidaya
KJA dan daerah penangkapan ikan. Pengelolaan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa
Leun untuk berbagai kegiatan berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung
kawasan dapat ditetapkan dengan skala prioritas dan dilaksanakan berdasarkan
aspek kepentingan pengelolaan. Pengelolaan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun
dilakukan dengan mengintegrasikan pembangunan antara wilayah darat Pulau Seram
(maindland) dan wilayah pesisir serta laut yang berada di kedua pulau. Konsep
dasar pengelolaan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun adalah bahwa pemanfaatan
sumber daya alam disesuaikan dengan daya dukung kawasan (carrying capacity of the area) (Retraubun, 2005; Samudra, 2010;
Yulianda, 2010).
Strategi
pengelolaan kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun dilakukan dengan
menggunakan pendekatan keberlanjutan ekosistem. Masing-masing aktivitas dibagi
sesuai peruntukan ruang pemanfaatan dan kemampuan optimum kawasan untuk
menampung masing-masing kegiatan dimaksud. Pembangunan infrastruktur dasar yang
tersedia dalam mendukung kehidupan dan penghidupan masyarakat di sekitar Pulau
Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun perlu ditingkatkan baik dari sisi ketersediaan,
kelengkapan, hingga fungsinya, sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah (baik
pusat maupun daerah) dalam penyediaannya. Konsep pengelolaan berdasarkan
pendekatan ekosistem dilakukan pada masing-masing aktivitas antara lain:
1.
Pengelolaan Pariwisata Bahari
Ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan
yaitu untuk pengelolaan pariwisata bahari
a. Pendekatan pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable turism approach) yaitu, area wisata ditetapkan
berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung kawasan. Wisatawan murni hanya
melakukan aktivitas berwisata saja selama ada di pulau, fasilitas tempat
tinggal, makan dan hiburan lainnya dilakukan pada mainland, sehingga dapat
menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat Negeri Sawai dan wisatawan yang
berkunjung dengan baik dan tetap menjaga kelestarian daerah tujuan wisata yang
dikunjungi. Gladstone et al., (2013), menjelaskan, pembangunan infrastruktur
pendukung ekowisata yang di bangun pada kawasan pesisir dan pulau kecil secara
tidak langsung dapat memberikan pengaruh terhadap lingkungan dan ekosistem
pesisir dan laut. Aktivitas wisata bahari yang dilakukan oleh wisatawan dapat
disesuaikan dengan minat masing-masing seperti; snorkeling, diving, tracking
mangrove, rekreasi pantai pada lokasi yang sesuai dan kemampuan daya dukung
kawasan secara alami kedua pulau dapat menerima aktivitas tersebut
b.
Pendekatan pemberdayaan masyarakat (community empowerment approach) yakni,
masyarakat Negeri Sawai ditempatkan sebagai subjek untuk mengelola potensi
wisata bahari di kedua pulau, dengan menyesuaikan pada karakter sosial, budaya
dan ekonomi di wilayah tersebut. Pendekatan ini perlu dilakukan, karena
masyarakat lokal di kawasan kedua pulau adalah pihak yang paling memahami
kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Keterlibatan masyarakat Negeri
Sawai sejak awal untuk menghasilkan kesesuaian program dengan menampung
aspirasi yang berkembang sesuai kebutuhan serta menjamin komitmen masyarakat
sehingga menumbuhkan rasa memiliki yang kuat
c. Pendekatan ekowisata (ecoturism approach) yakni, bentuk pengelolaan suatu
kawasan yang masih alami dengan beragam potensi untuk dijadikan destinasi
wisata berdasarkan prinsip pelestarian sumber daya alam dan ekosistem dalam
kawasan tersebut, mampu membuka akses jejaring ekonomi, sosial
Proses ini dilakukan
dengan mengintegrasikan prinsip pengelolaan pada beberapa dimensi seperti; 1).
Lingkungan, bahwa ekowisata sangat berkaitan erat dengan lingkungan, bentang
alam, topografi, kehidupan satwa flora dan fauna Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa
Leun yang relatif masih murni (pure) dan belum tercemar; 2). Masyarakat, bahwa
ekowisata pada kedua pulau harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi
langsung kepada masyarakat lokal setempat; 3). Pendidikan dan pengalaman, bahwa
kegiatan ekowisata pada kedua pulau mampu meningkatkan pemahaman akan ekosistem
dan interaksi organisme di dalamnya (fungsi edukasi) dan mengembangkan budaya
lokal berdasarkan pengalaman yang dimiliki; 4). Keberlanjutan, bahwa ekowisata
dapat memberikan kontribusi positif bagi keberlanjutan sumber daya alam di
kedua pulau, baik jangka pendek maupun jangka panjang; dan 5). Manajemen, bahwa
potensi SDA pada Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun perlu dikelola secara baik
dan menjamin sustainable development untuk ekosistem, sosial dan budaya lokal yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sekarang maupun generasi mendatang
(Low dan Heillbronn, 1996).
2. Pengelolaan Budidaya Keramba Jaring
Apung (KJA)
Permasalahan
yang dihadapi di Pulau Pulau
Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun adalah masih rendahnya pengetahuan secara teknik
budidaya laut sistem KJA, kurangnya sosialisasi kegiatan KJA yang efektif dan
konstruktif berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung kawasan oleh
pemerintah daerah. Hal lain adalah, adanya kesulitan mendapatkan bibit ikan
yang berkualitas, sulitnya penanganan pasca panen dan sulitnya pemasaran bagi
produksi yang dihasilkan. Walaupun secara fisika dan kimia oseanografi perairan
kedua pulau ini sangat sesuai untuk kegiatan budidaya sistem KJA. Pendekatan
yang dapat dilakukan ialah
dilakukan pengaturan letak dan posisi unit
KJA agar tidak mengalami penumpukan.
Kedalaman perairan merupakan
faktor pembatas yang paling berpengaruh pada budidaya KJA di kawasan ini, hal
tersebut dikarenakan kondisi topografi dasar laut yang bervariasi (slope, flate, crest dan lagoon), sehingga mempengaruhi
letak/tempat pemasangan KJA. Upaya untuk mengefektifkan kegiatan budidaya pada
kawasan ini, dilakukan dengan pembagian zona berdasarkan kesesuaian fisik
perairan dan daya dukung kawasan dalam menampung aktivitas tersebut. Pada
lokasi perairan yang lebih dalam hanya dijadikan zona buffering (penyangga), dengan
tujuan agar meminimalisasi kematian ikan akibat adanya pencemaran dari satu
unit KJA ke unit KJA yang lain.
Budidaya ikan kerapu
salah satu contohnya, memerlukan kualitas air dan kondisi oseanografi yang
optimal. Pencemaran yang disebabkan pada lokasi unit KJA terjadi karena
pengaturan pemberian pakan dan perawatan jaring keramba yang tidak sesuai.
Penempatan posisi rumah jaga pada dasarnya berfungsi sebagai tempat pemantauan
(control) aktivitas ikan dan kondisi perairan. Selain itu fungsi rumah jaga
turut berperan dalam kegiatan perawatan budidaya. Posisi dan letak yang salah
dapat mempengaruhi kesehatan dan kualitas air dari ikan yang di budidayakan.
Fungsi rumah jaga lainnya adalah sebagai tempat menjemur jaring KJA yang telah
berlumut dan setelah itu dilakukan pencucian menggunakan compressor dengan cara
penyemprotan hingga permukaan jaring menjadi bersih.
Aktivitas ini jika
terus-menerus dilakukan di sekitar unit KJA dengan jarak yang dekat maka akan
menyebabkan pencemaran akibat limbah/kotoran sisa pencucian jaring dapat
kembali masuk ke dalam unit KJA yang lain. Oleh karena itu perlu diatur posisi
letak KJA yang efektif antar unit dalam suatu kawasan. Salah satu upaya untuk
mendukung kegiatan budidaya di kawasan ini adalah dengan melakukan pendampingan
dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia mencakup pola
hidup, keterampilan terapan untuk mendukung usaha seperti budidaya, penangkapan
dan pengolahan, keterampilan manajerial dan pemasaran, serta peningkatan
pemahaman atas pelestarian lingkungan.
3. Pengelolaan Perikanan Demersal
Alasan paling mendasar
dalam pengelolaan sumber daya ikan di kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa
Leun adalah dengan memanfaatkan sumber daya di sekitarnya sehingga menghasilkan
manfaat ekonomi yang tinggi bagi masyarakat Negeri Sawai dan sekitarnya, namun
kelestariannya tetap terjaga. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nikijuluw, 2002; Retraubun,
2005; Simbolon, 2010) pemanfaatan sumber daya ikan pada suatu
kawasan tertentu harus dapat dilakukan dengan mengintergrasikan masyarakat
sebagai pelaku usaha dan keberadaan sumber daya alam dalam kawasan tersebut,
agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan secara berkelanjutan
menjamin ketersediaan sumber daya alam tetap aman. Secara implisit hal ini
mengandung dua makna, yaitu makna sosio-ekonomi dan makna konservasi atau
ekobiologi. Untuk itu, pemanfaatan optimal sumber daya ikan mau tidak mau harus
mengakomodasi hubungan antar kegiatan tersebut.
Beberapa pendekakatan
yang dapat dilakukan dalam melakukan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan
di kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun adalah: 1). Pengelolaan
perikanan tangkap melalui pendekatan pengaturan musim penangkapan ikan pada
waktu-waktu ikan memijah dan berkembang dengan melakukan sasi laut (kearifan
lokal). Hal ini memerlukan dukungan semua lapisan masyarakat khususnya
masyarakat nelayan (Marasabessy et al., 2018). Ada dua bentuk pengaturan musim
penangkapan ikan. Pertama, menutup musim penangkapan ikan pada waktu tertentu
untuk memungkinkan ikan dapat memijah dan berkembang. Kedua, penutupan kegiatan
penangkapan ikan karena sumber daya ikan telah mengalami degradasi, dan ikan
yang ditangkap semakin sedikit (Beddington dan Retting, 1983; Nikijuluw, 2002);
2). Secara umum alat tangkap yang dipakai oleh nelayan sekitar kedua pulau
adalah alat tangkap yang ramah lingkungan yaitu pancing ulur dan pancing tegak.
Walaupun demikian jumlah armada penangkapan ikan yang banyak dan berasal dari
Desa dan Dusun di sekitar kedua pulau dapat menimbulkan kerentanan terhadap
daya dukung penangkapan ikan.
Pengaturan dalam
membatasi armada penangkapan perlu dilakukan pada kawasan perairan kedua pulau,
khususnya pada fishing ground yang berbatasan langsung dengan aktivitas lain,
seperti kegiatan ekowisata bahari (diving dan snorkeling) dan kegiatan budidaya
KJA. Pelarangan jenis alat tangkap yang destruktif dapat dilakukan secara
permanen, hal ini dilakukan untuk melindungi sumber daya ikan dengan tujuan
dapat menjamin kelangsungan usaha nelayan kecil/tradisional yang ada di sekitar
kawasan kedua pulau; 3). Pengendalian upaya penangkapan ikan dilakukan untuk
meningkatkan hasil tangkapan, kinerja ekonomi nelayan penangkap ikan melalui
pengurangan biaya dan penyesuaian kapasitas penangkapan ikan yang berlebihan,
selain itu dapat juga dilakukan melalui pengaturan perijinan. Pengelolaan
perikanan demersal perlu disesuaikan berdasarkan kegiatan penangkapan ikan dari
sebelumnya setiap hari selama satu bulan
ke sistem kuota kapal atau Vessel
Quota Share (VQS), yaitu sebuah bentuk kegiatan penangkapan ikan yang dapat
berganti oleh setiap nelayan dengan melakukan registrasi terkait dengan armada
penangkapan ikan.
Hal ini dilakukan agar
dapat mengatur jumlah hasil tangkapan ikan dengan harga pembelian yang sesuai
melalui perijinan kapal yang diatur secara berkala (Mortensen et al., 2018).
Upaya strategis yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan nelayan tradisional
di kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun sebagai berikut: 1).
Pemberdayaan nelayan Negeri Sawai dan sekitarnya dalam wadah koperasi; 2).
Motorisasi nelayan tradisional; 3). Pola kemitraan inti plasma; dan 4).
Pengaturan zona penangkapan ikan untuk meminimalisir konflik sosial antar
nelayan dan menghindari kerusakan ekosistem yang berakibat pada turunnya
ketersediaan sumber daya ikan pada kawasan Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun
(Marasabessy et al., 2018).
Kesimpulan
Secara umum pengelolaan
kawasan pesisir dan laut di Pulau Nusa Manu dan Pulau Nusa Leun, dapat
dilakukan untuk berbagai aktivitas. Strategi pengelolaan melalui pendekatan
ekosistem dengan prioritas pengelolaan adalah ekowisata bahari berbasis
konservasi. Pembagian aktivitas pemanfaatan ditetapkan berdasarkan kesesuaian
perairan dan daya dukung kawasan yang tepat, sehingga tidak menimbulkan konflik
pemanfaatan ruang dan menjamin kelestarian sumber daya alam.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto. L., & Matsuda, Y. (2002).
Developing Economic Vulnerability Indices of
Environmental Disasters in Small Island Regions. Journal Envir Imp Ass
Rev., 22 (4), 393–414.
Gladstone, W., Curley, B., & Shorki,
M.R. (2013). Enviromental Impacts of Tourism in the Gulf and the Red Sea.
Marine Pollution Bulletin, 9 (17), 375-388.
Low, D.C.,& Heillbronn, K. (1996).
Ecotourism: An Annotated Bibliography. Research Report South ROC and
Commonwealth Department of Tourism.
Marasabessy, I., Fahrudin, A., Imran,
Z.,& Syamsul, B.A. (2018). Pengelolaan Berkelanjutan Perikanan Demersal di
Kawasan Pulau Nusa Manu dan Nusa Leun Maluku Tengah. Jurnal Albacore, 2 (1),
13-27.
Mortensen, O.L., Ulrich, C., Hansen, J.,
& Hald, R. (2018). Identifying Choke Species Challenges for An Individual Demersal
Trawler in the North Sea, Lessons from Conversations and Data Analysis. Journal
Mar. Resour.Econ., 87 (25), 11-22.
Baddington, J.R.,& Retting, B. (1983).
Approaches to The Regulation of Fishing Effort. FAO Fieheries Technical, 3 (9),
e243.
Nikijuluw, V.P.H. (2002). Rezim Pengeloaan
Sumberdaya Perikanan. Pustaka Cidesindo Press.
Retraubun, A.S.W. (2008). Implementasi
Kewaspadaan Nasional Melalui Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Guna
Mencegah Disintegrasi Nasional dalam Rangka Penyelenggaraan Negara. Taskap
Program Pendidikan Reguler Angkatan XIII
Lembaga Ketahanan Nasional RI.
Samudra, K. (2010). Pola Pengelolaan
Gugusan Pulau-Pulau Kecil di Kawasan Kapoposan yang Berkelanjutan. Disertasi.
Institut Pertanian Bogor
Merit Casino - YNN Games
BalasHapusOnline casino: merit casino merit casino merit deposit bonus 메리트카지노 yap Merit Casino was founded in 1998.